Kolaborasi Menyenangkan Dan Membahagiakan

Kolaborasi Menyenangkan Dan Membahagiakan

Bagikan:

Perasaan selama melakukan perubahan di kelas

Perlahan saya mencoba, mengajak teman sejawat untuk mengubah paradigma tentang konsep merdeka belajar.

Banyak yang masih menganggap bahwa sekolah harus menuntut siswa mempelajari semua mata pelajaran.

Mereka harus mencapai semua kompetensi yang diwajibkan dan membuktikannya dalam serangkaian ujian berbasis tes.

Tak puas sampai situ, siswa masih harus dibandingkan antara yang satu dengan yang lain lewat sistem peringkat. Seolah mereka adalah
“pion” yang tak boleh berhenti berkompetisi.

Misi dimulai dalam kelas saya. Saya memperhatikan perbedaan kemampuan setiap individu.

Alih-alih menyamakan kemampuan mereka, kita harusnya mengkolaborasikan kemampuan mereka dalam satu proses belajar agar anak dapat tumbuh sesuai potensinya masing-masing.

Karena dunia mereka kelak membutuhkan banyak kemampuan yang berbeda untuk dikolaborasikan.

Kolaborasi tidak bisa didapatkan pada pembelajaran yang bermuara pada serangkaian ujian-ujian berbasis tes sebagaimana ujian tulis sejenisnya.

Ujian-ujian semacam itu selayaknya sudah mulai dikurangi
karena semakin lama hanya menjadi arena pertempuran kompetisi antar siswa.

Kelas saya semakin hidup, semua senang saling berkolaborasi. Dulu saya memulai pelajaran kebanyakan mengerjakan latihan dan lebih mengutamakan kompetisi individual.

Memang tidak mudah menyadarkan orang banyak bahwa dari pada berkompetisi, dunia lebih membutuhkan orang-orang yang mampu berkolaborasi.

Kelas tidak lagi monoton diruangan, dibeberapa kesempatan kami melakukannya di taman. Gasebo dan di luar lingkungan sekolah, seperti pada gambar di bawah.

Kolaborasi antar siswa

Ide atau gagasan yang timbul sepanjang proses perubahan

Mission impossible barangkali itu yang bisa menggambarkan bagaimana saya bersama Kepala Sekolah mengadakan sebuah festival seni yang sekaligus memuat sebuah pameran karya.

Sungguh, sebuah usaha yang luar biasa baik dari para guru dan siswa untuk merayakan sebuah hasil belajar pada saat Ramadan.

Kamis, 22 April 2021 sore kemarin, tepatnya pukul 15.00 kami selesai merapatkan bagaimana agar Festival Ramadan dapat berlangsung hari Senin, 26 April 2021.

Bayangkan, kami hanya punya waktu 3 hari saja untuk menyiapkan acara ini.

Memang Festival Ramadan ini kami sudah agendakan sejak lama. Tapi dengan begitu padatnya acara akhir-akhir ini, ditambah dengan
persiapan siswa memasuki ramadan, kami sungguh terdesak.

Pembelajaran dan pengalaman dalam bentuk catatan praktik baik

Kolaborasi antar sesama guru

kolaborasi sesama guru

Setelah bapak kepala sekolah memberi pengarahan dan membagi tugas, kami yang ditunjuk sebagai panitia langsung bergerak cepat.

Karena sudah terbiasa bekerja sama, masing-masing dari kami sudah tahu apa yang harus dilakukan.

Ada yang menyiapkan acara seni yang ditampilkan, ada yang menyiapkan panggung, ada yang menyiapkan sound sistem konsumsi dll.

Tak ada dari kami yang ingin terlihat paling menonjol. Semuanya begitu saja ikut berkontribusi.

Bagian pekerjaan yang dirasakan berat langsung diisi oleh mereka yang sudah menyelesaikan bagian pekerjaannya.

Tak ada yang saling iri atau menghitung pekerjaan siapa yang
lebih berat.

Kami bekerja dibawah satu panji, SMAN 1 Dompu, sekolah yang kami cintai

Jika ada tugas yang belum rampung, kami tak menunggu dan mempertanyakan ini tugas siapa.

Siapapun yang senggang bisa langsung mengerjakannya sehingga waktu yang mepet hanya 1 hari membawa berkah tersendiri.

Saya jadi benar-benar mengalami “waduh’’ pekerjaan seberat apapun niscaya jadi ringan jika dikerjakan bersama-sama.

Kolaborasi guru dan siswa

kolaborasi guru dan siswa

Apa yang terjadi ketika siswa berada di ruang ujian? Mereka menganggap ujian adalah tugas mereka, dan guru adalah orang yang memberikan tugas itu.

Kolaborasi antara siswa dan guru dalam ujian adalah sebuah pelanggaran, tapi pada acara festival Ramadan tidak demikian.

Mustahil festival Ramadan bisa disiapkan oleh segelintir guru yang menjadi panitia. Itu sebabnya kami melibatkan siswa.

Senang rasanya kami berbagi ide dengan mereka tentang
bagaimana mendirikan panggung sampai menata stand pameran.

Di momen seperti itulah, kami merasa tak ada jarak antar guru dan siswa. Sudah benar-benar seperti keluarga.

Foto di bawah ini bercerita banyak. Sebagai seorang guru matematika, saya memberi ide bagaimana cara membuat frame dari bambu mulai mengukur dan cara menyusunnya.

Tapi, sebagaimana matematika, itu semua cuma ide. Ketika saya mencoba memotong bambu, ternyata memang tidak mudah.

Di foto ini saya mencobanya menata. Beberapa siswa tertawa begitu pula saya.

Saya akui di depan mereka bahwa saya kalah ahli dalam melakukan hal-hal semacam itu.

Jadi, saya putuskan berhenti pada memberi ide, dan mereka yang menjadi eksekutornya.

kolaborasi sesama guru

Festival Ramadan yang kami rencanakan ini memang dibuat setiap kelas tapi, saya justru tak melihat persaingan antar kelas.

Anehnya, mereka malah saling bantu dan beberapa siswa yang
cukup terampil melakukan pekerjaan mebel dengan senang hati membantu persiapan kelas lainnya.

Begitupula yang punya keahlian mendekorasi, dengan sigap dan tanpa diminta bersedia mendekor stand kelas lainnya.

Perkakas yang kami punya jelas terbatas. Misalnya, tak mungkin kami menyiapkan gergaji atau palu untuk masing-masing kelas.

Tapi, justru karena keterbatasan itu siswa-siswa bekerja sama.
Mereka mengisi pos-pos tugas yang sekiranya mereka bisa lakukan.

Beberapa siswa bersama-sama menata panggung, beberapa yang lain menata standnya, dan yang lain sedang berlatih untuk tampil di panggung festival seni.

Jika biasanya siswa hanya mampu bertahan dua jam menghadap layar untuk ujian, maka pada festival Ramadan ini mereka seolah bekerja bagai kuda.

Sejak senin pagi hingga sebelum magrib mereka bekerja menyiapkan semuanya dengan senang tanpa paksaan.

Jika biasanya guru selalu bisa menebak perolehan nilai yang akan diperoleh siswa ketika ujian, maka dalam persiapan pameran karya, guru-guru dibuat tercengang.

Sebab apa yang mereka kerjakan sungguh di atas ekspektasi kami, para gurunya.

Foto bercerita’ dari seluruh rangkaian pelaksanaan (perencanaan, penerapan dan refleksi) aksi Anda.

Apa yang dihasilkan oleh sebuah pendidikan yang terlalu fokus pada ujian-ujian?

Pertama, ujian berpotensi menghasilkan si pintar dan si bodoh.

Sebab bagaimana pun nilai ujian akan terbagi dua, nilai yang memuaskan dan mengecewakan.

Kedua, ujian hanya menghasilkan manusia yang ahli mengerjakan soal, bukan ahli menerapkan hasil belajar.

Kami menjadikan siswa ahli shadoqoh langsung praktik dengan kegiatan saling berbagi melalui kegiatan Ramadan pembagian takjil gratis.

Anak antusias, senang, dan bahagia serta semangat berbagi dengan siapapun.

Kebiasaan sedaqah yang tumbuh suka rela langsung diterapkan oleh siswa kami.

Kegiatan Festival Ramadan pembagian takjil gratis

Festival Ramadan akan menutupi kekurangan yang ada pada ujian.

Dengan adanya pameran karya, Lomba Tahfiz, Ceramah dan lagu religi, maka ada begitu banyak jenis pekerjaan (tugas) yang bisa dipilih oleh siswa untuk dikerjakan.

Mereka tinggal menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang ada.

Kemampuan berhitung dalam matematika, berkomunikasi dalam bahasa, dan pelajaran yang mereka pelajari diterapkan sesuai kebutuhan yang ada.

Kegiatan Festival Ramadhan

Festival Ramadan juga lebih mengutamakan kolaborasi daripada kompetisi.

Tak ada lagi nilai untuk diadu mana yang rendah mana yang tinggi.

Tak ada lagi mereka yang pintar dan yang bodoh.

Sebab semua siswa punya kontribusi sama pentingnya.

Yang ada hanya nilai kebersamaan bagaimana memberikan yang terbaik untuk menghadirkan sebuah festival seni dan festival Ramadan yang nantinya akan kami rindukan.

Testimoni dari rekan guru dan murid yang terlibat dalam proses perubahan yang Anda lakukan.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *